by Diya Ayu
Pernikahan bukan hanya soal perjanjian hidup bersama antara dua manusia kepada Tuhan, tetapi masalah hukum negara tidak kalah penting untuk diperhatikan. Apabila ternyata Anda berjodoh dengan orang yang berbeda negara, tentunya ada persyaratan atau hal khusus yang harus Anda penuhi sebelum melangsungkan pernikahan campuran.
Bagi Anda yang akan menikah dengan WNA, sangat disarankan untuk membuat perjanjian pranikah (prenuptial agreement/prenup). Perjanjian pranikah adalah perjanjian yang berisi ketentuan atau aturan yang disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum melangsungkan pernikahan.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Indonesia, disebutkan bahwa WNI yang menikah dengan WNA akan disamakan statusnya dengan WNA, yaitu tidak bisa memiliki tanah/properti di Indonesia, bahkan kehilangan hak milik atas tanah/properti yang telah dimilikinya sebelum menikah. Selain itu hak harta warisan dari keluarga juga tidak diakui di mata hukum. Tanpa prenup WNI hanya bisa memiliki hak pakai (sampai dengan 70 tahun) yang berarti tidak bisa mewariskan tanah/properti tersebut kepada anak.
Pasal 21 Ayat 3 UUPA menyebutkan:
Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Berdasarkan UUPA ini maka WNI yang melakukan pernikahan campuran harus melepas hak atas tanah/properti yang telah dimilikinya sebelum menikah maupun yang diperoleh dalam masa pernikahan (baik dengan cara membeli, warisan, hibah, atau dengan cara apapun juga) dalam jangka waktu satu tahun sejak menikah dengan WNA. Pelepasan hak kepemilikan ini bisa dilakukan dengan cara menjual, mengganti dengan nama keluarga, atau menghibahkan tanah/properti tersebut kepada keluarga atau orang lain. Jika tidak, maka tanah/properti tersebut akan menjadi milik negara.
Mengapa demikian? Karena setelah menikah kedudukan suami dan isteri dianggap sama atau seimbang, dimana suami dan isteri merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian pernikahan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan isteri (harta dianggap sebagai milik bersama). Harta bersama inilah yang akan dibagi dua jika terjadi perceraian, yang disebut sebagai harta gono-gini. Itulah yang menjadi alasan mengapa WNI yang menikah dengan WNA tidak bisa memiliki tanah/properti di Indonesia, karena jika terjadi perceraian WNA dapat memiliki tanah/properti di Indonesia, sedangkan hal tersebut dilarang.
Secara umum isi prenup adalah pemisahan harta antara suami dan istri, yang mana harta-harta tetap menjadi kepunyaan masing-masing pihak dan tidak akan dibagi dua saat terjadi perceraian. Dengan demikian Anda yang menikah dengan WNA tetap bisa memiliki tanah/properti di Indonesia. Selain tanah/properti, prenup juga berguna untuk memiliki saham PT Indonesia yang mana salah satu syaratnya adalah yang bersangkutan harus warga negara Indonesia. Tanpa prenup Anda juga akan kesulitan dalam mengajukan pinjaman dan melakukan kredit rumah atau kendaraan melalui bank. Biasanya bank akan meminta akta prenup jika status Anda menikah dengan WNA.
Banyak WNI yang mengabaikan atau tidak tahu undang-undang ini ketika akan menikah dengan WNA. Bahkan banyak notaris yang tidak mengetahui tentang prenup, mungkin kebanyakan cuma mengurusi sertifikat tanah. Mereka yang menikah tanpa prenup akhirnya melakukan “pinjam nama” untuk membeli properti di Indonesia. Pinjam nama tidak disarankan karena sangat beresiko. Contoh saja, misalnya Anda menikah tanpa prenup lalu membeli tanah atas nama orang tua, ketika orang tua meninggal maka tanah tersebut bisa jatuh ke tangan orang lain karena tidak bisa diwariskan pada Anda atau anak-anak Anda. Peminjam nama memiliki kedudukan yang lemah di mata hukum.
Di Indonesia masih banyak orang yang enggan membuat prenup karena merasa repot mengurusnya dan merasa tidak enak dinilai “perhitungan”, belum menikah saja sudah membicarakan harta. Seolah-olah meragukan tanggung jawab dan kesetiaan pasangan di masa depan. Sebenarnya selain mengatur soal harta, isi prenup bisa sangat bervariasi. Kesepakatan apapun yang dianggap perlu bagi pasangan tersebut bisa ditulis dalam prenup, misalnya perjanjian tentang siapa yang mengelola keuangan atau hak asuh anak jika terjadi perceraian. Untuk pasangan yang berbeda agama, prenup juga bisa berisi tentang bagaimana pendidikan dan pemilihan agama bagi anak-anak nantinya.
Bagaiman dengan keabsahan prenup di mata hukum? Prenup hanya berlaku jika dibuat sebelum tanggal pernikahan dan dibuat dengan pengesahan notaris. Sebagian orang mengatakan prenup juga harus disahkan oleh pengadilan negeri setempat. Sebenarnya tidak semua prenup harus disahkan oleh pengadilan, karena pengesahan oleh notaris saja sudah cukup kuat hukumnya. Pengesahan pengadilan diperlukan apabila:
1. Jika isi prenup melibatkan pihak ketiga (ada orang lain yang terlibat dalam perjanjian, selain pasangan yang menikah).
2. Jika prenup tersebut merupakan pengumuman bagi publik atau masyarakat luas.
Hal penting lainnya adalah prenup harus diketahui oleh petugas pencatat pernikahan (KUA atau Kantor Catatan Sipil). Keterangan menikah dengan prenup harus ditulis dalam buku nikah atau di surat keterangan catatan sipil ketika Anda mendaftarkan pernikahan Anda.
Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
Berdasarkan UUPA ini maka WNI yang melakukan pernikahan campuran harus melepas hak atas tanah/properti yang telah dimilikinya sebelum menikah maupun yang diperoleh dalam masa pernikahan (baik dengan cara membeli, warisan, hibah, atau dengan cara apapun juga) dalam jangka waktu satu tahun sejak menikah dengan WNA. Pelepasan hak kepemilikan ini bisa dilakukan dengan cara menjual, mengganti dengan nama keluarga, atau menghibahkan tanah/properti tersebut kepada keluarga atau orang lain. Jika tidak, maka tanah/properti tersebut akan menjadi milik negara.
Mengapa demikian? Karena setelah menikah kedudukan suami dan isteri dianggap sama atau seimbang, dimana suami dan isteri merupakan satu kesatuan yang saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian pernikahan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan isteri (harta dianggap sebagai milik bersama). Harta bersama inilah yang akan dibagi dua jika terjadi perceraian, yang disebut sebagai harta gono-gini. Itulah yang menjadi alasan mengapa WNI yang menikah dengan WNA tidak bisa memiliki tanah/properti di Indonesia, karena jika terjadi perceraian WNA dapat memiliki tanah/properti di Indonesia, sedangkan hal tersebut dilarang.
Secara umum isi prenup adalah pemisahan harta antara suami dan istri, yang mana harta-harta tetap menjadi kepunyaan masing-masing pihak dan tidak akan dibagi dua saat terjadi perceraian. Dengan demikian Anda yang menikah dengan WNA tetap bisa memiliki tanah/properti di Indonesia. Selain tanah/properti, prenup juga berguna untuk memiliki saham PT Indonesia yang mana salah satu syaratnya adalah yang bersangkutan harus warga negara Indonesia. Tanpa prenup Anda juga akan kesulitan dalam mengajukan pinjaman dan melakukan kredit rumah atau kendaraan melalui bank. Biasanya bank akan meminta akta prenup jika status Anda menikah dengan WNA.
Banyak WNI yang mengabaikan atau tidak tahu undang-undang ini ketika akan menikah dengan WNA. Bahkan banyak notaris yang tidak mengetahui tentang prenup, mungkin kebanyakan cuma mengurusi sertifikat tanah. Mereka yang menikah tanpa prenup akhirnya melakukan “pinjam nama” untuk membeli properti di Indonesia. Pinjam nama tidak disarankan karena sangat beresiko. Contoh saja, misalnya Anda menikah tanpa prenup lalu membeli tanah atas nama orang tua, ketika orang tua meninggal maka tanah tersebut bisa jatuh ke tangan orang lain karena tidak bisa diwariskan pada Anda atau anak-anak Anda. Peminjam nama memiliki kedudukan yang lemah di mata hukum.
Di Indonesia masih banyak orang yang enggan membuat prenup karena merasa repot mengurusnya dan merasa tidak enak dinilai “perhitungan”, belum menikah saja sudah membicarakan harta. Seolah-olah meragukan tanggung jawab dan kesetiaan pasangan di masa depan. Sebenarnya selain mengatur soal harta, isi prenup bisa sangat bervariasi. Kesepakatan apapun yang dianggap perlu bagi pasangan tersebut bisa ditulis dalam prenup, misalnya perjanjian tentang siapa yang mengelola keuangan atau hak asuh anak jika terjadi perceraian. Untuk pasangan yang berbeda agama, prenup juga bisa berisi tentang bagaimana pendidikan dan pemilihan agama bagi anak-anak nantinya.
Bagaiman dengan keabsahan prenup di mata hukum? Prenup hanya berlaku jika dibuat sebelum tanggal pernikahan dan dibuat dengan pengesahan notaris. Sebagian orang mengatakan prenup juga harus disahkan oleh pengadilan negeri setempat. Sebenarnya tidak semua prenup harus disahkan oleh pengadilan, karena pengesahan oleh notaris saja sudah cukup kuat hukumnya. Pengesahan pengadilan diperlukan apabila:
1. Jika isi prenup melibatkan pihak ketiga (ada orang lain yang terlibat dalam perjanjian, selain pasangan yang menikah).
2. Jika prenup tersebut merupakan pengumuman bagi publik atau masyarakat luas.
Hal penting lainnya adalah prenup harus diketahui oleh petugas pencatat pernikahan (KUA atau Kantor Catatan Sipil). Keterangan menikah dengan prenup harus ditulis dalam buku nikah atau di surat keterangan catatan sipil ketika Anda mendaftarkan pernikahan Anda.
Bagi pasangan yang ingin menikah di luar Indonesia, tetap bisa membuat Prenup di Indonesia. Dan ketika mereka mendaftarkan penikahan yang terjadi di luar negeri tersebut, maka salinan prenup wajib dilampirkan agar tercatat ketika melaporkan pernikahannya. Prenup yang di buat di luar Indonesia tidak berlaku di Indonesia. Jadi sebelum semuanya terlambat, sempatkanlah untuk membuat Prenup karena ini sangat penting. Mungkin tidak sekarang tetapi mungkin nanti terutama bila Anda mempunyai property atas nama Anda atau berencana untuk membeli Property atas nama Anda untuk di wariskan kepada anak cucu nanti.
sumber:
http://www.desisachiko.com/