Untuk teman-teman yang masih single dan berencana menikah dengan WNA, mudah2an info di bawah ini dapat sedikit membantu. Walalupun mungkin masih banyak yang menjadi pertanyaan, dan mudah2an teman-teman lain bisa membantu mengkoreksi dan melengkapi apabila masih banyak kekurangan.
Tulisan di bawah murni dirangkum dari berbagai sumber yang saya anggap cukup valid, dan utk itu sumbernya saya tulis di bag akhir Note ini. Semoga berguna untuk siapa saja yang memerlukannya.
Di bawah ini beberapa hal yang perlu anda ketahui.
1. Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda lakukan adalah perkawinan campuran.
2. Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Menurut Peraturan yang berlaku di Indonesia, perkawinan adalah sah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 bahwa perkawinan bagi yang beragama Islam dicatatkan di KUA dan bagi yang beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. UU Tahun 1974 menyerahkan perkawinan itu kepada masing-masing agama dan kepercayaannya sendiri untuk menyikapinyaPerkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).
3. Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Bila semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan). Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4. Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a. Untuk calon suami
Anda harus meminta calon suami anda untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
• Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)
• Fotokopi Akte Kelahiran
• Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
• Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
• Akte Kematian istri bila istri meninggal
Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b. Untuk anda, sebagai calon istri
Anda harus melengkapi diri anda dengan:
• Fotokopi KTP
• Fotokopi Akte Kelahiran
• Data orang tua calon mempelai
• Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan perkawinan
Apabila Pernikahan akan dilangsungkan secara Islam, di bawah ini biasanya persyaratan yang diminta oleh KUA:
1. Calon pengantin (catin) Warga Negara Indonesia (WNI)
Surat Keterangan Nikah (N1, N2, N4) dari Kelurahan/Desa
Persetujuan kedua calon pegantin (N3)
Surat Rekomendasi/Pindah Nikah bagi yang bukan penduduk di lokasi KUA di mana akan dilangsungkan pernikahan
Fotokopi KTP, KK/Keterangan Domisili, Akta Kelahiran dan Ijazah @ 2 lembar
Fotokopi keterangan vaksin/imunisasi TT (Tetanus Toxoid) bagi catin wanita (ditemukan dlm website KUA Kuta-Bali)
Akta Cerai Asli bagi janda/duda cerai
Surat Keterangan/Akta Kematian suami /istridan kutipan akta nikah terdahulu bagi janda/duda karena meninggal dunia
Pasfoto terpisah 2 x 3 dan 3 x 4 background biru @ 4 lembar
Ijin dari kesatuan bagi anggota TNI dan POLRI
Dispensasi nikah bagi catin laki-laki yang belum berusia 19 tahun dan catin perempuan yang belum 16 tahun
Ijin dari orangtua (N5) bagi catin yang belum berusia 21 tahun
Taukil wali secara tertulis dari KUA setempat bagi wali nikah (dari pihak perempuan) yang tidak dapat menghadiri akad nikah
Surat keterangan memeluk islam/sijil muslim bagi muallaf
2. Calon pengantin Warga Negara Asing (WNA)
Ijin dari kedutaan/konsulat perwakilan di Indonesia dan dalam bahasa Indonesia
Fotokopi passport yang masih berlaku
Fotokopi VISA/KITAS yang masih berlaku
Fotokopi Akta Kelahiran yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
Akta Cerai bagi janda/duda cerai
Pasfoto terpisah 2 x 3 dan 3 x 4 background biru @ 4 lembar
Surat keterangan memeluk islam/sijil muslim bagi muallaf
5. Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.
6. Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Kehakiman dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.
Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di Indonesia.
7. Anak yang Lahir dari Perkawinan Campuran
Pasal 4 huruf (d) UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan :
(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Jadi dalam hal anak, pada dasarnya semenjak adanya UU No. 12 Tahun 2006 di atas, anak yang lahir dari perkawinan campur orangtuanya maka si anak tersebut secara otomatis dianggap berkewarganegaraan Indonesia. Dalam hal ternyata sistem hukum kewarganegaraan suami WNA berdasarkan pada Asas ius sanguinis (law of the blood) atau yang berdasarkan pada asas kewarnegaraan yang bertentangan dengan Asas ius soli (law of the soil) yang dianut Indonesia, maka anak secara otomatis dianggap berkewarganegaraan ganda sebagaimana di atur Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006.
8. Perkawinan Beda Agama
Pada azasnya perkawinan yang diakui oleh Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya pasangan yang melakukan pernikahan (Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan) yang artinya tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan Perkawinan tersebut dilarang antara dua orang yang: mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 huruf (f) UU Perkawinan di atas, pada dasarnya memang perkawinan beda agama tidak dikenal dan tidak diakui oleh Hukum Indonesia. Namun demikian, tidak ada pengaturan secara tegas tentang pelarangan perkawinan beda agama dan atau beda kepercayaan. Jadi ada banyak tafsir tentang pelaksaanaan dan pengakuan perkawinan beda agama.
Satu-satunya dasar hukum tentang pelaksanaan dan pengakuan perkawinan beda agama adalah berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 1400 K/Pdt/1986. Dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, perkawinan beda agama tetap dapat dilangsungkan dan diakui secara hukum.
Lalu apakah perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri bisa diakui Indonesia ? Jawabnya bisa, sepanjang negara dimana perkawinan tersebut dilangsungkan, tidak mempermasalahkannya. Artinya tidak ada masalah dalam perkawinan beda agama yang anda lakukan. Namun Anda harus mencatatkannya perkawinan tersebut pada Kantor Catatan Sipil di Indonesia.
9. Jika pernikahan WNI & WNA dilakukan di luar negeri
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus didaftarkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah perkawinan berlangsung. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).
Sesuai dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, perkawinan WNI yang dilaksanakan di luar negeri wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia, harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai domisili ybs.
Adapun persyaratan untuk pelaporan perkawinan LN pada Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta adalah :
a. Bukti pengesahan perkawinan di luar Indonesia ;
b. Kutipan akta kelahiran ;
c. Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk ;
d. Kutipan akta perceraian atau kutipan akta kematian suami/isteri bagi mereka yang pernah kawin ;
e. Pasport kedua mempelai ;
f. Pasfoto berdampingan ukuran 4 x 6 cm sebanyak empat lembar.
Tulisan di atas dirangkum dari berbagai sumber, incl:
http://www.lbh-apik.or.id/ ; http://www.kuakuta.org/syarat_nikah_wna ;
http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/ ;
http://konsultasihukumgratis.blogspot.com/2009/06/perkawinan-beda-agama-yang.
To read the English version please click here
Tulisan di bawah murni dirangkum dari berbagai sumber yang saya anggap cukup valid, dan utk itu sumbernya saya tulis di bag akhir Note ini. Semoga berguna untuk siapa saja yang memerlukannya.
Di bawah ini beberapa hal yang perlu anda ketahui.
1. Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan). Artinya perkawinan yang akan anda lakukan adalah perkawinan campuran.
2. Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Menurut Peraturan yang berlaku di Indonesia, perkawinan adalah sah apabila telah dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 bahwa perkawinan bagi yang beragama Islam dicatatkan di KUA dan bagi yang beragama selain Islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. UU Tahun 1974 menyerahkan perkawinan itu kepada masing-masing agama dan kepercayaannya sendiri untuk menyikapinyaPerkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).
3. Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Bila semua syarat telah terpenuhi, anda dapat meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --anda dan calon suami anda,-- (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan). Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4. Surat-surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:
a. Untuk calon suami
Anda harus meminta calon suami anda untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
• Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)
• Fotokopi Akte Kelahiran
• Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
• Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
• Akte Kematian istri bila istri meninggal
Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b. Untuk anda, sebagai calon istri
Anda harus melengkapi diri anda dengan:
• Fotokopi KTP
• Fotokopi Akte Kelahiran
• Data orang tua calon mempelai
• Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan bagi anda untuk melangsungkan perkawinan
Apabila Pernikahan akan dilangsungkan secara Islam, di bawah ini biasanya persyaratan yang diminta oleh KUA:
1. Calon pengantin (catin) Warga Negara Indonesia (WNI)
Surat Keterangan Nikah (N1, N2, N4) dari Kelurahan/Desa
Persetujuan kedua calon pegantin (N3)
Surat Rekomendasi/Pindah Nikah bagi yang bukan penduduk di lokasi KUA di mana akan dilangsungkan pernikahan
Fotokopi KTP, KK/Keterangan Domisili, Akta Kelahiran dan Ijazah @ 2 lembar
Fotokopi keterangan vaksin/imunisasi TT (Tetanus Toxoid) bagi catin wanita (ditemukan dlm website KUA Kuta-Bali)
Akta Cerai Asli bagi janda/duda cerai
Surat Keterangan/Akta Kematian suami /istridan kutipan akta nikah terdahulu bagi janda/duda karena meninggal dunia
Pasfoto terpisah 2 x 3 dan 3 x 4 background biru @ 4 lembar
Ijin dari kesatuan bagi anggota TNI dan POLRI
Dispensasi nikah bagi catin laki-laki yang belum berusia 19 tahun dan catin perempuan yang belum 16 tahun
Ijin dari orangtua (N5) bagi catin yang belum berusia 21 tahun
Taukil wali secara tertulis dari KUA setempat bagi wali nikah (dari pihak perempuan) yang tidak dapat menghadiri akad nikah
Surat keterangan memeluk islam/sijil muslim bagi muallaf
2. Calon pengantin Warga Negara Asing (WNA)
Ijin dari kedutaan/konsulat perwakilan di Indonesia dan dalam bahasa Indonesia
Fotokopi passport yang masih berlaku
Fotokopi VISA/KITAS yang masih berlaku
Fotokopi Akta Kelahiran yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
Akta Cerai bagi janda/duda cerai
Pasfoto terpisah 2 x 3 dan 3 x 4 background biru @ 4 lembar
Surat keterangan memeluk islam/sijil muslim bagi muallaf
5. Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.
6. Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Kehakiman dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.
Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di Indonesia.
7. Anak yang Lahir dari Perkawinan Campuran
Pasal 4 huruf (d) UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia.
Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan menyatakan :
(1) Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
(2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.
Jadi dalam hal anak, pada dasarnya semenjak adanya UU No. 12 Tahun 2006 di atas, anak yang lahir dari perkawinan campur orangtuanya maka si anak tersebut secara otomatis dianggap berkewarganegaraan Indonesia. Dalam hal ternyata sistem hukum kewarganegaraan suami WNA berdasarkan pada Asas ius sanguinis (law of the blood) atau yang berdasarkan pada asas kewarnegaraan yang bertentangan dengan Asas ius soli (law of the soil) yang dianut Indonesia, maka anak secara otomatis dianggap berkewarganegaraan ganda sebagaimana di atur Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2006.
8. Perkawinan Beda Agama
Pada azasnya perkawinan yang diakui oleh Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya pasangan yang melakukan pernikahan (Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan) yang artinya tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan Perkawinan tersebut dilarang antara dua orang yang: mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 huruf (f) UU Perkawinan di atas, pada dasarnya memang perkawinan beda agama tidak dikenal dan tidak diakui oleh Hukum Indonesia. Namun demikian, tidak ada pengaturan secara tegas tentang pelarangan perkawinan beda agama dan atau beda kepercayaan. Jadi ada banyak tafsir tentang pelaksaanaan dan pengakuan perkawinan beda agama.
Satu-satunya dasar hukum tentang pelaksanaan dan pengakuan perkawinan beda agama adalah berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 1400 K/Pdt/1986. Dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, perkawinan beda agama tetap dapat dilangsungkan dan diakui secara hukum.
Lalu apakah perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri bisa diakui Indonesia ? Jawabnya bisa, sepanjang negara dimana perkawinan tersebut dilangsungkan, tidak mempermasalahkannya. Artinya tidak ada masalah dalam perkawinan beda agama yang anda lakukan. Namun Anda harus mencatatkannya perkawinan tersebut pada Kantor Catatan Sipil di Indonesia.
9. Jika pernikahan WNI & WNA dilakukan di luar negeri
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus didaftarkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah perkawinan berlangsung. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).
Sesuai dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, perkawinan WNI yang dilaksanakan di luar negeri wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia, harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai domisili ybs.
Adapun persyaratan untuk pelaporan perkawinan LN pada Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta adalah :
a. Bukti pengesahan perkawinan di luar Indonesia ;
b. Kutipan akta kelahiran ;
c. Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk ;
d. Kutipan akta perceraian atau kutipan akta kematian suami/isteri bagi mereka yang pernah kawin ;
e. Pasport kedua mempelai ;
f. Pasfoto berdampingan ukuran 4 x 6 cm sebanyak empat lembar.
Tulisan di atas dirangkum dari berbagai sumber, incl:
http://www.lbh-apik.or.id/ ; http://www.kuakuta.org/syarat_nikah_wna ;
http://www.kependudukancapil.go.id/index.php/ ;
http://konsultasihukumgratis.blogspot.com/2009/06/perkawinan-beda-agama-yang.
Ditulis oleh Nia S.
To read the English version please click here